Ia hanya bangun untuk makan dan minum, lalu tidur lagi.
"Setelah saya membaca gejalanya, saya mengenali penyakit putri saya," kata ibu Lily, Adele Clarke (47) kepada Daily Mail, Senin 15 Agustus 2011. "Sangat melegakan ketika mengetahui seseorang tahu jawaban dari pertanyaan saya."
Nyonya Clarke mengatakan, kondisi putrinya pertama kali diketahui saat keluarganya pergi bermain ski pada November 2007. "Tak seperti biasanya, Lily bayak diam dan terus-menerus berkata: 'Kepalaku terasa aneh, aku merasa tak enak badan'. Aku mengira dia hanya terserang flu saat itu," tambah Adele,
Usai bermain ski, mereka sekeluarga pergi ke restoran. Namun selama acara makan-makan itu berlangsung, Lily terus tertidur.
Setelah itu, Lily menolak meninggalkan tempat tidur selama 25 hari selanjutnya, hampir tak makan dan minum, ia tertidur 23 jam sehari, tidak tahan terhadap suara bising dan cahaya. "Wajahnya bagai kaca, tanpa ekspresi. Aku sangat khawatir." Setelah itu Adele membawa putrinya ke dokter -- yang mengatakan ia mungkin terserang sejenis virus. Sebuah jawaban yang tak meyakinkan.
"Baru beberapa hari sebelum Natal, Lily akhirnya bangun. Ia tak ingat seberapa lama ia tidur, dan bahwa ia sebelumnya merasa sakit. "Seperti seseorang menekan saklar," kata Adele. "Dia banyak bicara, ekspresif, emosional, dan ingin buru-buru bertemu teman-temannya."
Setelah itu, Lily sedikit pulih, ia 'hanya' tidur selama satu sampai dua minggu. Termasuk di hari ulang tahunnya ke-18, sehingga orang tuanya terpaksa membatalkan pesta yang mereka rancang.
Dokter menduga Lily menderita migrain sampai depresi. Seorang konsultan ahli saraf bahkan mengira ia menderita 'episode depresi berulang'. Ia diberi obat antidepresan dan terapi perilaku kognitif.
Namun, pengobatan itu sia-sia. Pada Juli 2008, Lily kembali tertidur lama. Ia hanya bangun beberapa jam sehari dan merasa ketakutan tiap kali bangun. "Tingkahnya seperti anak berusia 4 tahun, memeluk boneka Teddy-nya, menghisap jari, dan menangis, mengira ia bakal mati.
Episode tidur panjang terus berulang. Dan meski berhasil masuk universitas, prestasi akademiknya di bawah harapan. Lalu, pada Februari 2010, Adele membaca artikel Daily Mail tentang Louisa Ball, yang menderita kelainan tidur, sindrom Kleine-Levin. Ia lalu mengontak keluarga Louisa yang menyarankan dia menemui Profesor David Nutt dari The Chelsea and Westminster Hospital. Dokter ahli itulah yang mengonfirmasi penyakit Lily. Ia juga tahu, penyakit itu tak bisa disembuhkan, namun ada sejumlah terapi yang bisa meningkatkan kualitas hidup penderita.
"Dengan bicara dengan keluarga penderita, saya tahu bahwa dalam episode tidur panjangnya, Lily terjebak dalam horor, di mana segala sesuatu nampak membingungkan," kata dia. "Otaknya tidak dapat memproses informasi. Ketika tidur, mimpinya terasa nyata. Sebaliknya, ketika terjaga ia merasa berhalusinasi dan tidak terasa nyata. "
Bersama orang tua penderita lain, kini Adele mendirikan situs www.kls-support.org.uk untuk mengumpulkan kepedulian terhadap sindrom langka ini. (source : dunia.vivanews.com. foto : thesun.co.uk, google.com)
Kalau
Louisa Ball tertidur sampai 2 minggu, yang satu ini bisa sampai 1 bulan.
'Putri tidur', julukan itu mungkin pas
diberikan pada Lily Clarke (21) seorang mahasiswa asal Halesmere,
Surrey, Inggris. Gara-gara terlelap, ia bahkan melewatkan momentum ulang
tahun dan ujian universitas.
Namun, bukan hobi yang membuatnya terus-terusan di tempat tidur. Lily menderita sindrom langka, Kleine-Levin yang bisa membuatnya bisa terlelap selama sebulan sekali tidur. Ia hanya bangun untuk makan dan minum, lalu tidur lagi.
Ia berusaha keras untuk sembuh. Selama tiga tahun, tak kurang dari tujuh konsultan berbeda didatangi. Lily juga tak habis-habisnya menjalani tes medis, namun satu-satunya diagnosa yang bisa disimpulkan adalah apa yang ibunya pernah baca di Daily Mail, Februari 2010.
Namun, bukan hobi yang membuatnya terus-terusan di tempat tidur. Lily menderita sindrom langka, Kleine-Levin yang bisa membuatnya bisa terlelap selama sebulan sekali tidur. Ia hanya bangun untuk makan dan minum, lalu tidur lagi.
Ia berusaha keras untuk sembuh. Selama tiga tahun, tak kurang dari tujuh konsultan berbeda didatangi. Lily juga tak habis-habisnya menjalani tes medis, namun satu-satunya diagnosa yang bisa disimpulkan adalah apa yang ibunya pernah baca di Daily Mail, Februari 2010.
Nyonya Clarke mengatakan, kondisi putrinya pertama kali diketahui saat keluarganya pergi bermain ski pada November 2007. "Tak seperti biasanya, Lily bayak diam dan terus-menerus berkata: 'Kepalaku terasa aneh, aku merasa tak enak badan'. Aku mengira dia hanya terserang flu saat itu," tambah Adele,
Usai bermain ski, mereka sekeluarga pergi ke restoran. Namun selama acara makan-makan itu berlangsung, Lily terus tertidur.
Setelah itu, Lily menolak meninggalkan tempat tidur selama 25 hari selanjutnya, hampir tak makan dan minum, ia tertidur 23 jam sehari, tidak tahan terhadap suara bising dan cahaya. "Wajahnya bagai kaca, tanpa ekspresi. Aku sangat khawatir." Setelah itu Adele membawa putrinya ke dokter -- yang mengatakan ia mungkin terserang sejenis virus. Sebuah jawaban yang tak meyakinkan.
"Baru beberapa hari sebelum Natal, Lily akhirnya bangun. Ia tak ingat seberapa lama ia tidur, dan bahwa ia sebelumnya merasa sakit. "Seperti seseorang menekan saklar," kata Adele. "Dia banyak bicara, ekspresif, emosional, dan ingin buru-buru bertemu teman-temannya."
Setelah itu, Lily sedikit pulih, ia 'hanya' tidur selama satu sampai dua minggu. Termasuk di hari ulang tahunnya ke-18, sehingga orang tuanya terpaksa membatalkan pesta yang mereka rancang.
Dokter menduga Lily menderita migrain sampai depresi. Seorang konsultan ahli saraf bahkan mengira ia menderita 'episode depresi berulang'. Ia diberi obat antidepresan dan terapi perilaku kognitif.
Namun, pengobatan itu sia-sia. Pada Juli 2008, Lily kembali tertidur lama. Ia hanya bangun beberapa jam sehari dan merasa ketakutan tiap kali bangun. "Tingkahnya seperti anak berusia 4 tahun, memeluk boneka Teddy-nya, menghisap jari, dan menangis, mengira ia bakal mati.
Episode tidur panjang terus berulang. Dan meski berhasil masuk universitas, prestasi akademiknya di bawah harapan. Lalu, pada Februari 2010, Adele membaca artikel Daily Mail tentang Louisa Ball, yang menderita kelainan tidur, sindrom Kleine-Levin. Ia lalu mengontak keluarga Louisa yang menyarankan dia menemui Profesor David Nutt dari The Chelsea and Westminster Hospital. Dokter ahli itulah yang mengonfirmasi penyakit Lily. Ia juga tahu, penyakit itu tak bisa disembuhkan, namun ada sejumlah terapi yang bisa meningkatkan kualitas hidup penderita.
"Dengan bicara dengan keluarga penderita, saya tahu bahwa dalam episode tidur panjangnya, Lily terjebak dalam horor, di mana segala sesuatu nampak membingungkan," kata dia. "Otaknya tidak dapat memproses informasi. Ketika tidur, mimpinya terasa nyata. Sebaliknya, ketika terjaga ia merasa berhalusinasi dan tidak terasa nyata. "
Bersama orang tua penderita lain, kini Adele mendirikan situs www.kls-support.org.uk untuk mengumpulkan kepedulian terhadap sindrom langka ini. (source : dunia.vivanews.com. foto : thesun.co.uk, google.com)